Ekspor: USD. 119.24 m
Impor: USD. 124.83 m
Sebentar lagi, di wilayah ASEAN, selain AFTA akan hadir Asean Economic Community( AEC) atau Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
Blue print AEC 2015 - Single market and production Base
- Free flow goods
- Free flow of service
- Free Flow of investment
- Free flow of capital
- Free flow skilled labor
Pasar Tunggal dan Basis Produksi Regional:arus barang,jasa dan investasi bebas,tenaga kerja yg lebih bebas, arus modal yang lebih bebas,Priority Integration sector, serta pengembangan sektor food agriculture - forestry.
yang menjadi pertanyaan adalah apakah Indonesia sudah siap? kalau sudah siap, siap jadi negara pengekspor atau negara Pengimpor?
Bagaimanapun kesepakatan sudah dibuat, AFTA/ AEC dll sudah di endorse mau tidak mau perdagangan bebas harus jalan.
Dalam impian saya, mbok yao impor agak di rem dikit dikit sambil menunggu ekspor bangkit dan lari, kalau tidak ada upaya keras mengerem laju impor yang semakin deras masuk ke Indonesia, negara akan semakin tidak berdaulat dalam urusan pangan dan lain lain, semuanya impor, beras,gula,cabe,bawang dll, apapun yang kita makan adalah barang impor. Kalau yanah Indonesia tandus seperti Arab Saudi, ya wajar untuk impor.
Apa bisa Impor di rem dikit dikit? ini perlu kekuatan Pemerintah yang istiqomah dalam menjalankan Peraturan dan Undang Undang.
Mari kita mengintip negara negara tetangga dekat atau jauh yang agak mengerem dikit dikit impornya, agar barang barang impor tidak bludas bludus ( masuk seenaknya) ke negara mereka, dan ini yang semestinya dilakukan Indonesia.
Pre shipment Inspection di negara eksporter untuk semua komoditi yang akan masuk di Indonesia
Negara Bangladesh sampai saat ini masih memberlakukan PSI kerjasama denga Bureau Veritas , dan beberapa negara africa/ timur tengah masih melakukan PSI. Pada tahun 1991 Indonesia pernah memberlakukan PSI tersebut dengan kerjasa sama dengan Surveyor Indonesia. Dengan adanya PSI, maka secara tidak langsung akan membuat rumit eksporter di Negara Pengekspor. Sebagai contoh Bangladesh ( PSI oleh Bureau veritas), kalau kita berbincang dengan para eksporter, bahwa ekspor ke Bangladesh rumit, karena proses dokumentasi pre shipment yang ribet.
Lisensi Impor
Suatu langkah bagus saat ini Indonesia sudah mengatur API (Angka Pengenal Impor) bahwa Importer hanya boleh Impor Barang sesuai HS Code (Harmonize System Code) sesuai API yang dimiliki, oleh karena itu awal sampai pertengahan tahun ini Importer sibuk mengurus API mereka. artinya Importer yang sudah punya API hanya boleh impor barang yg sesuai ijin API yg dimiliki,
Lisensi Kuota diperketat.
Myanmar yang saya tahu adalah negara yang cukup ketat dalam menegakkan lisensi kuota (jumlah) barang yang diimpor. Eksporter harus berhati hati pada setiap stuffing barang harus kasih NOTE : tolerancy amount and quantity 0 % (NOL PERSEN) artinya jumlah dan berat harus PAS.
Bagaimana kalau lebih /over kuota:
Biasanya Importer kalau di denda oleh Customs di pelabuhan tujuan, mereka akan claim ke eksporter, atau kelebihannya barang tidak signifikan, maka barang tersebut dalam dokumen tidak dicantumkan,( alias free)
Bagaimana di Indonesia? Setiap importer yang mendapat API, agar di atur kuotanya juga. dan yang lebih utama adalah otoritas dan pelaku impor harus kuat menjalankan peraturan tersebut, agar Kuota impor tidak dipermainkan.
contohlah FDA ( Food and Drug Association) atau NAFDAC( National Agency for Food and Drug Administration and Control untuk impor makanan dan minuman dari Luar Negeri.
di USA (FDA) dan Nigeria (NAFDAC), memberlakukan ketat makanan dan minuman yang akan masuk ke negara tersebut.
Pengalaman saya dalam mengurus registrasi FDA untuk ekspor kopi ke USA, cukup merepotkan walaupun simple caranya, karena dalam pengurusan kita cukup mencari agen/ perusahaan di USA ( sebagai syarat untuk registre FDA) yg berani tanggung jawab atas barang barang makanan/minuman yg masuk USA.( registrasi FDA free, jasa agen sekitar USD 600).
1 minggu sebelum melakukan ekspor, kita harus sudah melaporkan (Pre Notice) ke FDA atas barang barang yang akan diekspor ke USA, meliputi nama barang, jumlah, label, tgl kirim, kurir atau cara kirim, nomer awb (kalau pakai kurir service). setelah disetujui oleh FDA, eksporter akan mendapatkan Barcode yg harus di tempel disetiap box atau karton barang yg dikirim.
Peraturan di atas berlaku untuk barang barang sample makana minuman, walaupun quantity 0.5 kg atau lebih kecil lagi. Nah hal ini sangat merepotkan, karena mau kirim sample harus ngurus registrasi FDA dan mengeluarkankan duit, apalagi pre Notice kalau sudah berjalan ke 4 kali, akan dikenai biaya..Nah lo.
Mungkin dengan cara seperti di atas, impor akan bisa sedikit di rem, dan ekspor di tegakan segera,sehingga dalam menyambut peluang AEC 2015, di Indonesia tidak melulu kebanjiran produk impor secara bertubi tubi, sedang ekspornya masih belum memadai.
Bagaimana pendapat Anda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar